Malam itu (dini hari) saya keliling kota Jogja sendirian. Lalu lalang di kota Pelajar itu sudah mulai sepi, walaupun sisa sisa kehidupan malam masih terasa, dan kehidupan pagi akan dimulai, atau mungkin tepatnya sudah dimulai. Dalam perjalanan malamku itu, gag ada maksud lain selain mendapatkan ‘ke lainan’. Jalan jalan yg udah sering ak lewati, ku coba untuk ak nikmati. Kehidupan malam di kota ini cukup berbeda dg siang hari, anak anak jalanan terlelap tidur, preman preman berkeliaran, anak anak muda terlalu senang foto foto di Tugu, loper Koran udah mulai berkeliaran, dan pasar mulai menampakan keramaiannya, serta warung kopi udah mulai tutup dan ditinggal pergi pelanggannya. Sesampainya di suatu jalan yg cukup terkenal di kota Jogja, saya berhenti untuk menikmati kehidupan yg ada, cukup tenang, cukup nyaman. Bulan dan bintang terlihat malu malu menatapku di balik awan, dinginnya angin selalu menyelimutiku ketika ak duduk di kursi jalanan. Saya begitu nyaman dg situasi yg ada. Kuteguk air mineral yg kubawa dan membuka mie instan yg kubeli di minimarket depan dimana ak duduk. Lalu, , , ada seorang wanita separuh baya yg menghampiriku, dg make up yg blepotan, baju ketat yg membuatku risih serta parfume yg membuat dadaku sesak. Dia selalu tersenyum, dia mengajakku mengobrol, kami terlihat seperti buaya darat & kupu kupu malam. Orang orang berlalu lalang memperhatikan kami, keadaan seperti ini membuatku ingin mengusirnya, akan tetapi bibirku tak sanggup untuk berucap. Obrolan kami panjang dan lebar, hingga kehidupan pribadinya ia ceritakan semuanya ke ak, walaupun tanpa ak minta untuk ia ceritakan, dg menghisap sebatang rokok ia bercerita seakan akan ak adalah orang yg sudah ia kenal dekat, padahal pertemuan itu adalah pertemuan pertama kami. Kujelaskan siapa diriku dan ap maksudku untuk keluar malam malam, begitupun dg dia. Siang hari, ia hanyalah seorang pembantu rumah tangga biasa, ia menghidupi anaknya seorang diri, karena anak tersebut tidak memiliki ayah yg jelas. Ketika malam menjelang, ia pun masih mencari nafkah karena uang yg ia dapatkan dr PRT tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anaknya, tidak ada orang yg tau apa pekerjaan ia di malam hari kecuali saya dan para lelaki bejad. Terpaksa ia lakukan pekerjaan tersebut bukan karena nafsu tetapi Karena himpitan ekonomi. . . . . alias demi sesuap nasi.
Subuh datang, suara adzan menyapa, air matanya mulai membasahi pipinya, ia teringat anaknya yg sedari malam belum ia kasih makan. Dg tersenyum, ia berpamitan pulang. Dan saya pun bergegas untuk mencari datangnya suara adzan yg maha indah itu.
Ya Rabb, berilah pekerjaan yg layak kpd wanita itu, sinarilah hidupnya dg cahaya surgamu, muliakanlah hidupnya. Seandainya saat ini ak adalah orang yg berada, mungkin ak akan menjadikan dia PRTku dg gaji yg mencukupi.
Ya Rabb, jika suatu hari nanti, hambamu ini menjadi orang yg kaya, ku berharap untuk mjd seorang dermawan, jika ku berilmu maka sadarkanlah ak untuk membagikan ilmuku itu, jika ak mjd orang yg berdaya, maka bukakanlah selalu hatiku ini unuk melihat keadaan yg ada
Ya Mughitsu Aghitsni
Minggu, 21 Februari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)